Ra’ba Biang, Fenomena Kematian Dan Penguburan Massal Di Toraja Sekitar Tahun 1918
Tana toraja memiliki banyak kisah sejarah yang patut untuk diketahui, mulai dari sejarah atau kisah datangnya nenek moyang suku Toraja, sejarah tentang kehidupan masyarakat suku toraja pada masa lampau,sejarah masuknya agama kristen oleh misionaris dari Belanda, dan kisah-kisah perjuangan masyarakat melawan penjajah serta masih banyak kisah lainnya.

Nah, tahukah anda selain kisah tersebut di atas, ada sebuah kisah fenomena yang tak terbantahkan terjadi di Toraja bahkan juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yakni fenomena kematian yang dikenal dengan RA’BA BIANG, yakni sebuah wabah influenza yang menyerang masyarakat Toraja sekitar tahun 1918 yang menyebabkan kematian ribuan masyarakat Toraja.
Karena begitu banyaknya orang yang meninggal sehingga orang Toraja menyebutnya RA’BA BIANG : Orang yang mati bagikan biang (sejenis gelagah) yang rebah (ra’bah) serempak ditiup angin kencang). Menurut informasi yang beredar dari mulut ke mulut bahwa pada saat terjadi fenomena ra’ba biang ini, orang-orang kewalahan untuk menguburkan jenazah. Bahkan ketika orang sedang melaksanakan penguburan ada lagi yang meninggal dengan gejalah yang sama yakni mengalami demam tinggi, sakit kepala menusuk dan sakit pada tulang-tulang sendi lalu akhirnya meninggal. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang dengan gejala yang sama sebelum meninggal sehingga orang toraja beranggapan bahwa wabah ini merupakan kutukan.
Nyaris tak ada ritual dalam prosesi pemakaman jenazah. Menurut cerita, orang yang meninggal dimasukkan begitu saja ke dalam lo’ko’ ( batu yang dilubangi pada tebing gunung batu, atau gua alam) tanpa ada prosesi adat atau ritual adat yang dilaksanakan. dari peristiwa ini muncullah suatu istilah yakni didedekan palungan bai.
Arti dari didedekan palungan bai ini yakni tempat makanan babi ini dipukul berkali kali yang maksudnya bahwa setiap orang yang mati sudah dapat dikuburkan, tindakan ini sudah bisa menggantikan kewajiban untuk memotong kerbau atau babi mengingat pada saat itu situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan ritual tersebut, dan katanya ada juga yang hanya memotong sedikit telinga babi sampai keluar darahnya.
Dari peristiwa ini terjadilah desas desus di kalangan masyarakat toraja mengenai wabah ini. Ada yang mengatakan bahwa peristiwah ini terjadi karena banyak yang sudah melanggar atau sudah tidak mengikuti lagi ajaran aluk todolo(kepercayaan asli suku Toraja), dan ada juga yang beranggapan bahwa wabah ini terjadi karena pembunuhan misionaris belanda A.A. van de Loosdrechtyang pertamakali membawa ajaran kristen ke Toraja.
Karena tidak adanya informasi dalam bentuk literal yang bisa menjelaskan informasi dan bukti bukti autentik di balik peristiwa ini. Peristiwa Ra’ba biang ini hanya diceritakan dari mulut ke mulut sehingga informasi tentang peristiwa ini perlahan mulai hilang ditelan waktu.
Setelah membaca hasil kajian literatur peneliti dari luar negeri tentang Fenomena wabah ini, ternyata ra’ba biang ini terjadi di seluruh dunia. Wabah ini dikenal dengan Wabah Spanyol. salasatu wabah yang paling mematikan yang pernah terjadi di dunia.
Menurut informasi wabah ini memakan korban sekitar 50 juta, melebihi jumlah korban yang meninggal pada perang dunia pertama.Hal ini diungkap dalam artikel di situs resmi Universitas Stanford: The influenza pandemic of 1918-1919 killed more people than the Great War, known today as World War I (WWI), at somewhere between 20 and 40 million people. It has been cited as the most devastating epidemic in recorded world history. More people died of influenza in a single year than in four-years of the Black Death Bubonic Plague from 1347 to 1351. Known as “Spanish Flu” or “La Grippe” the influenza of 1918-1919 was a global disaster. (dikutip dari https://virus.stanford.edu/uda/).
Dari catatan pemerintah Hindia Belanda, yang dikutip dalam prayitno (2009), wabah ini asal mulanya dari China. Negara pertam di Asia yang terjangkit influensa, dan menyebar hingga pantai utara Sumatera. Konsul Belanda di Singapura sempat memberi peringatan kepada Pemerintah Batavia untuk waspada terhadap kedatangan orang yang tertular flu dari daratan China. Namun sayangnya peringatan tersebut tidak sampai ke daerah lain, sehingga virus penyakit tersebut menjalar melalui pelabuhan besar di Makassar dan daerah-daerah lainnya. Perlu diketahui bahwa pada masa itu Makassar merupakan salah satu basis pertahanan Belanda untuk menguasai Indonesia bagian timur dan Tana Toraja yang secara geografis berdekatan dengan Makassar, merupakan destinasi strategis bagi pemerintah kolonial Belanda dalam memperluas daerah jajahannya dibanding dengan daerah-daerah disekitarnya yang telah dikuasai oleh kerajaan Gowa Tallo dan kerajaan Luwu. Kenyataan tersebut diyakini menjadi faktor utama tersebarnya wabah ra’ba biang di Tana Toraja.